INDEF Menyoroti Rencana Kenaikan PPN & Makan Bergizi Gratis, Mengkhawatirkan
"Dikhawatirkan juga akan menurunkan lapangan pekerjaan,” ucap Tauhid.
Lebih lanjut Tauhid mengatakan, jika dipelajari dari kenaikan PPN tahun 2022-2023 dari 10% ke 11%, ada tambahan penerimaan negara di atas Rp 100 triliun.
Namun, mengakibatkan stagnasi pertumbuhan ekonomi terutama konsumsi masyarakat di tahun 2024, dan ini merupakan efek kenaikan PPN tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, INDEF merekomendasikan agar pemerintah untuk menunda terlebih dahulu kenaikan PPN sampai ekonomi dalam negeri cukup pulih dan hambatan dari ekonomi global masih bisa diantisipasi. Sebab di banyak negara PPN tidak juga harus sebesar 12 persen. Sejumlah negara masih mengenakan tarif PPN hanya 10 persen,
Upaya lain di antaranya, melakukan ekstensifikasi maupun intensifikasi agar diperluas bukan pada kenaikan tarif PPN itu sendiri, tetapi upaya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan intensifikasi kenaikan PPN tersebut.
"Apakah penggunaan perluasan basis wajib pajak atau penggunaan teknologi, sehingga PPN itu lebih besar tanpa harus menaikkan tarif dari 11 persen menjadi 12 persen,” katanya.
Sementara itu, terkait dengan program makan siang bergizi, Tauhid Ahmad mengingatkan pemerintah agar mewaspadai risiko pembengkakan jumlah impor bahan pangan.
Terlebih, lanjutnya, masih cukup banyak bahan pangan yang belum bisa dipenuhi di dalam negeri.