Indonesia - Jepang Realisasikan Kerja Sama Bidang LHK
Kerja sama selanjutnya adalah terkait dengan penanganan limbah medis. Perkiraan timbulan limbah medis dari 2.781 rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 300-340 ton/hari. Penumpukan limbah medis yang ada di Indonesia disebabkan oleh jumlah jasa pengolah limbah medis terbatas, dan jumlah rumah sakit yang memiliki insinerator berizin terbatas.
Saat ini, jumlah limbah medis yang dikelola di Indonesia adalah sebesar 207 ton/hari. Angka tersebut terbagi dalam 107 rumah sakit yang diberi izin untuk mengolah limbah medis di seluruh Indonesia dengan kapasitas pengolahan total kurang dari 50 ton/hari. Kemudian hanya terdapat 6 perusahaan jasa pengolah limbah medis di seluruh Indonesia dengan kapasitas pengolahan limbah medis sebesar 157 ton/hari. Berdasarkan data di atas, diperkirakan terdapat kurang lebih 133 ton/hari limbah medis yang tidak terkelola.
Beberapa waktu yang lalu sempat terjadi penumpukan limbah medis yang cukup besar karena pada waktu itu ada pihak jasa pengolah menghentikan kontrak dengan beberapa rumah sakit. Sehingga menimbulkan penumpukan limbah medis sebesar 7.778 ton di kurang lebih 2.600 rumah sakit.
Indonesia mengajukan kerja sama dalam lingkup transfer pengetahuan dalam konteks kebijakan rumah sakit yang fokus pada pelayanan medis dan tidak menghasilkan limbah medis. Transfer pengetahuan kebijakan lain yang juga diperlukan adalah mekanisme pengolahan limbah medis dari rumah sakit ke layanan pemusnahan berdasarkan zona.
Selain dalam hal kebijakan, Indonesia juga mengaharapkan Jepang membantu tentang metode dan teknologi pengelolaan limbah medis non-incinerator. Transfer pengetahuan tentang pemerintah lokal dan keterlibatan sektor swasta dalam kegiatan pengelolaan limbah medis non-bantuan.
Dalam hal penanganan merkuri, pihak jepang mendukung upaya Indonesia dalam mewujudkan Inondesia bebas merkuri 2030. KLHK telah meresmikan Komite Nasional Penelitian dan Pemantauan Merkuri yang akan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan terkait tentang pemberantasan dan penghapusan produksi, distribusi dan penggunaan merkuri. Jepang mendukung pembentukan Komite ini dan akan berkontribusi melalui kerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) dalam bentuk kegiatan riset.
Sebagai implementasi Konvensi Minamata, Jepang membuat MOYAI Initiative yang terdiri dari beberapa program. Pertama adalah networking, bantuan untuk negara berkembang untuk membentuk jejaring pengelolaan merkuri. Kedua adalah assessment atau bantuan untuk melakukan kajian yang terkait dengan merkuri. Ketiga adalah strengthening atau penguatan, bantuan untuk memperkenalkan teknologi yang mengurangi pemakaian merkuri. Jepang berencana untuk melakukan riset bersama tentang limbah medis atau peralatan medis yang mengandung merkuri. KLHK diminta untuk mengajukan nama atau institusi pelaksana untuk melakukan kerja sama ini. Melalui MOYAI Initiative ini diharapkan dapat membantu Indonesia dalam penanggulangan merkuri.