Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI PerjuanganMenariknya adalah antara pemerintah dan opoisisi adalah berusaha memecahkan masalah di masyarakat dengan metode yang berbeda. Adu argumen dan data inilah yang membawa pada kedewasaan berdemokrasi.
Namun konsep ini tidak dikenal di Indonesia yang menganut sistem kekeluargaan. Permusyawaratan dan demokrasi di Indonesia jika sesuai dengan nilai-nilai Pancasila akan lebih mantap, karena merupakan intisari dari peradaban yang ada di Indonesia.
Berkaitan dengan musyawarah, hakikat Musyawarah dapat disisir kembali melalui pergulatan pemikiran Soekarno sebagaimana disampaikan pada Sidang BPUPK tanggal 1 Juni 1945 berikut rangkaian penjelasan Soekarno dalam berbagai kesempatan seperti kursus Pancasila, kita akan mudah menyepakati bahwa secara metodologis, sila keempat “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan bahkan masing-masing sila dalam Pancasila merupakan hasil dari proses yang bersifat induktif.
Dalam proses itu, praktik-praktik empiris bermusyawarah yang berlangsung lama dan ditemukan luas dalam masyarakat Indonesia dengan setting yang berbeda-beda menjadi referensi dasar.
Musyawarah juga disebut tradisi berembug atau rembug merupakan sistem tradisional dari dialog timbal balik, konsultasi, permusyawaratan, dan pengambilan keputusan berdasarkan kesepakatan.
Dengan demikian, musyawarah merupakan abstraksi dari pengalaman empiris masyarakat Indonesia, bukan premis yang diterjemahkan secara deduksi dari dunia ide.
Soekarno menegaskan, Pancasila dan juga musyawarah dia gali dari bumi Indonesia, bukan berasal dari dirinya. Setiap sila inheren dalam masyarakat Indonesia bukan sesuatu yang diprekenalkan dari atas.
Agar dimensi operasional demokrasi di Indonesia tidak terjebak menjadi elitis/oligarkis, maka nilai dasar Pancasila niscaya dijalin dengan prinsip dasar demokrasi.