Izin Pengusahaan Sumber Daya Air oleh Industri Cukup Ketat
Dalam hal pengawasan, lanjut Rachmat, industri dipantau berkala oleh dinas teknis (dispenda, ESDM, BLH), dimonitor juga oleh DPRD dan instansi lainnya (insidentil), diwajibkan memasang meteran air pada setiap sumur pengambilan air dan meteran air secara berkala dikalibrasi.
Dalam pengusahaan air tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi juga dibutuhkan peran industri. Kehadirin industri bukan untuk menguasai, tapi mengusahakan adanya AMDK untuk melayani kebutuhan air pada masyarakat,” kata Rachmat.
Staf khusus Kementerian PUPR Firdaus Ali menambahkan, peran swasta dibutuhkan karena negara terkendala hambatan fiskal. Jadi yang diatur adalah bagaimana negara hadir pengelolaan SDA, agar tidak ada yang termarginalkan dan terzolimi.
Negara, lanjut dia, harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan poko sehari-hari. Tapi, penguasaan negara atas sumber daya air diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan.
Saat ini, kita membutuhkan payung hukum, regulasi yang adil, tertib, bermanfaat, dan berkelanjutan,” kata Firdaus Ali.
Firdaus Ali juga berharap Dewan Perwakilan Rakyat RI segera merampungkan RUU Sumber Daya Air (SDA) yang kini tengah dibahas di Komisi V. Hal ini untuk memastikan adanya payung hukum pascakeputusan MK tahun 2015 yang mencabut UU no 7/2004.
Disebutkan, RUU SDA memiliki 68 bab, 78 pasal, dan 194 ayat. Dari pasal-pasal tersebut, pemerintah sudah menyarahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) ke DPR untuk dibahas pada Juni 2018. Dari lotal 604 DIM, yang sudah disepakai sebanyak 442 DIM. Sisanya, 162 DIM belum dibahas.
“Seyogiyanya DPR bisa menyelesaikannya dalam satu bulan, tapi karena mereka sibuk kampanye terkait masa Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif, pembahasan ini menjadi tertunda,” ucap Firdaus Ali. (sam/jpnn)