Jejak - jejak Prajurit TNI di Tapal Batas, Demi Merah Putih
Keperluan mandi dan minum terpenuhi dengan menampung air gunung di embung. Dialirkan dengan selang kecil menuju pos. Diwadahi dua tandon yang masing-masing berkapasitas 1.300 liter.
Penerangan mengandalkan tenaga surya. Ada tujuh panel solar cell di depan barak prajurit. Ditopang enam aki. “Tapi cuma satu aki yang masih berfungsi,” ujar dia.
Komunikasi masih bisa dilakukan melalui seluler di pos ini. Meski sinyal tak menentu. Untuk sekadar sambungan telepon atau SMS, masih bisa meski tertatih.
Lantaran posisinya di tengah bukit, pos ini tak banyak dilintasi. Warga yang lewat biasanya pergi berburu. Atau menuju kampung Bario di wilayah Malaysia. “Rata-rata (warga Bario) punya keluarga atau kerabat di Tanjung Karya,” sambung dia.
Keberadaan pos ini, utamanya, memang bukan untuk memantau pelintas. Tetapi menghalau penjarah hutan. Penebang kayu liar. Sebagian besar dari negara tetangga. “Sejak ada pos di sini pembalakan hutan turun jauh,” tutur dia.
Meski dikelilingi hutan dan bukit, pasokan logistik pos ini tak pernah jadi masalah. Silih berganti mereka belanja keperluan sehari-hari di Long Bawan. Saban bulan. Pergi dengan sepeda motor. Hasil belanjaan dititipkan di mobil warga yang kebetulan melintas. Diturunkan di Desa Pabutal. Diangsir naik bersama-sama.
***
Bau tanah basah sisa guyuran hujan menusuk hidung. Selimut gulita semakin pekat. Kami memutuskan meninggalkan Pos Tanjung Karya. Menuruni kembali jalan tanah setapak berliku itu. Pukul 19.44 Wita.