Jok-Pro
Oleh Dhimam Abror Djuraidjpnn.com - Kampanye Joko Widodo menjadi presiden tiga periode resmi di-kick off dengan berdirinya sekretaris nasional (seknas) di Jakarta.
Selama ini ide tiga periode masih menjadi wacana yang memantik banyak kontroversi. Dengan berdirinya seknas, setidaknya para pendukung tiga periode menunjukkan bahwa mereka serius.
Melihat nama yang berada di jajaran kepengurusan seknas, kampanye itu tidak main-main. Bukan sekadar gerakan untuk cari perhatian, tetapi sebuah gerakan yang didesain cukup rapi dengan persiapan yang terorganisasi, dan -yang paling penting- ada duit untuk menjalankan kampanye.
Penggagas gerakan ini menyebut sebagai Komunitas Jokowi- Prabowo. Kampanye yang diluncurkan adalah 'Jok-Pro 2024' untuk menjadikan pasangan Jokowi-Prabowo sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024.
Sebagai sebuah gimik marketing politik, gerakan itu boleh-boleh saja. Dalam sebuah sistem demokrasi, gagasan macam apa pun dibolehkan sebagai bagian dari jaminan kebebasan berpendapat dan berserikat.
Akan tetapi, kalau gagasan itu bertentangan dengan undang-undang, tentu persoalannya berbeda.
Masa jabatan presiden tiga periode adalah bentuk pelanggaran terhadap pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan dua periode ini adalah anak kandung sah dari gerakan Reformasi 1998 yang mengoreksi kepemimpinan Orde Baru di bawah Soeharto.
Pada era otoritarianisme Soeharto, masa jabatan kepresidenan tidak dibatasi. Soeharto bablas menjadi presiden sampai 32 tahun.