Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Kisah Spiritual: Merasa Berutang sebelum Ziarah Kubur

Oleh: Prof Dr Imam Suprayogo, Mantan Rektor UIN Malang

Senin, 28 Mei 2018 – 15:09 WIB
Kisah Spiritual: Merasa Berutang sebelum Ziarah Kubur - JPNN.COM
Mantan Rektor UIN Malang, Prof Dr Imam Suprayogo.

jpnn.com, MALANG - Sejak masih kecil, setiap menjelang datang bulan Ramadan, saya selalu diajak ayah berziarah kubur. Biasanya setelah salat Asar, sehari sebelum masuk bulan Ramadan, ziarah ke makam kakek itu dilakukan.

Dengan membawa tikar untuk alas duduk, ayah di tempat itu mengajak membaca tahlil. Kegiatan itu rutin dilakukan, hingga terasa menjadi seperti keharusan dilakukan setiap tahun.

Oleh karena sudah menjadi tradisi, saya tidak pernah bertanya, bagaimana hukumnya berziarah kubur itu. Namun saya dapatkan, ada saja penjelasan yang berbeda-beda yang diberikan beberapa kalangan yang berbeda. Tapi, perspektif apa pun yang disampaikan tidak menghentikan tradisi itu.

Meninggalkan dari apa yang diajarkan orang tua sejak bertahun-tahun, tentu tidak mudah. Oleh karena itu, pada setiap menjelang bulan puasa, saya selalu menyempatkan diri pulang kampung, sekalipun harus memakan waktu di perjalanan cukup lama, yaitu hingga tidak kurang dari empat jam, atau delapan jam pulang pergi, dengan menggunakan kendaraan sendiri. Jika perjalanan itu harus naik bus atau travel, tentu lebih lama lagi.

Umpama saja, saat tradisi itu terpaksa tidak bisa saya lakukan, maka terasa sekali, bahwa ada sesuatu yang masih kurang atau belum saya penuhi, ialah berziarah kubur itu.

Dahulu saya mengira bahwa keinginan berziarah ke makam orang tua tidak banyak dialami oleh orang lain. Akan tetapi, saya menjadi terkejut ketika pada suatu saat, membaca tulisan Prof Syafii Maarif, mantan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, juga merasakan kerinduan yang mendalam terhadap almarhumah ibunya.

Selama itu, menurut ceritanya, oleh karena ditinggal wafat sejak kecil, beliau belum pernah menyaksikan wajah ibunya sendiri.

Dalam tulisan itu diceritakan bahwa, kerinduan itu tidak bisa dibendung dan akhirnya beliau pulang kampung untuk berziarah. Bahkan ada yang aneh, oleh karena makam ibunya itu terlalu jauh, maka beliau berinisiatif, dengan pertolongan penduduk setempat, menggali dan memindah makam ibunya itu ke tempat yang lebih mudah dijangkau.

Kisah sipritual kali ini dipaparkan oleh Prof Dr Imam Suprayogo, mantan Rektor UIN Malang bertema seputar ziarah kubur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close