Kisah Tentara Venezuela Pilih Desersi daripada Tembak Saudara Sendiri
jpnn.com, CUCUTA - Seorang desertir militer Venezuela menelepon keluarganya. Begitu telepon ditutup, tentara yang masih berusia awal 20-an tahun itu tak kuasa menahan air mata. Perasaannya campur aduk.
Antara senang dan merasa bebas karena telah meninggalkan pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan khawatir tentang kondisi keluarga yang ditinggalkan.
"Tentara yang setia kepada presiden mungkin akan menghukum keluarga saya. Tapi, saya pikir ini adalah keputusan terbaik yang bisa saya ambil," ujar desertir lainnya saat diwawancarai koresponden BBC Orla Guerin Minggu (24/2).
BACA JUGA: Perbatasan Venezuela Membara, Tentara Tembaki Rakyat dari Dekat
Sabtu (23/2) lebih dari 100 anggota militer Venezuela membelot. Mereka menyeberang ke Kolombia dan mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido.
Para desertir itu seharusnya menjaga perbatasan dan menghalangi bantuan kemanusiaan masuk ke Venezuela. Namun, mereka tidak tega ketika tentara lainnya menembaki penduduk dengan peluru karet dan gas air mata.
"Saat itu saya pikir bahwa saya tak bisa menyakiti orang-orang saya sendiri," ujar seorang prajurit perempuan yang membelot. Dia masih waswas karena putrinya berada di Venezuela.
Usaha Guaido untuk membawa masuk bantuan kemanusiaan Sabtu lalu memang gagal. Militer Venezuela melawan habis-habisan. Setidaknya 4 nyawa melayang dan lebih dari 300 orang luka-luka. Beberapa truk berisi bantuan juga terbakar.