Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Konflik Hukum Kedudukan Putusan MK dan UU: Sebuah Ujian Kenegarawanan dalam Pembahasan RUU Pilkada

Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Jumat, 23 Agustus 2024 – 08:03 WIB
Konflik Hukum Kedudukan Putusan MK dan UU: Sebuah Ujian Kenegarawanan dalam Pembahasan RUU Pilkada - JPNN.COM
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dr. I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

Putusan MK seolah dihadapkan dengan diskresi pembentukan undang-undang. Dalam hal ini kita perlu memaknai arti dari prinsip pembagian kekuasaan dan penerapan check and balance dalam kehidupan demokrasi kita yang tertuang dalam Konstitusi.

UUD NRI 1945 jelas mengatur adanya pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan hubungan satu sama lainnya. Seperti misalnya, kekuasaan Legislatif mengawasi eksekutif, demikian pula yudikatif memberi koreksi terhadap pelaksanaan UU maupun UU itu sendiri.

Dalam hal kewenangan MK, pengujian UU dilakukan berdasarkan UUD NRI 1945 atau uji konstitusionalitas. Pembagian kekuasaan ini sangat jelas diatur dalam Konstitusi untuk menjamin demokrasi dan distribusi kewenangan dalam rangka menghindari kekuasaan absolut.

Ahli hukum boleh berpendapat bahwa posisi Putusan MK atau putusan peradilan berada dibawah Undang-Undang.

Namun jika kemudian dan Pemerintah legislatif menyimpang dari Putusan MK, maka hal ini menjadi sebuah preseden yang tidak menimbulkan kepastian hukum karena dapat kembali diuji oleh MK.

Apabila fenomena seperti ini dibiarkan terjadi, maka berpotensi terjadi konflik hukum yang berkepanjangan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kekacauan dalam ketatanegaraan dan sistem hukum dan perundang-undangan ini menjadi hal yang tidak patut dan tidak sesuai dengan falsafah Pancasila khususnya sila ketiga dan sila keempat.

Kita tentu dapat mengingat kembali permasalahan yang terjadi pada UU Pilkada dalam perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang dilakukan oleh Jumanto dan Fathor Rasyid terhadap ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2015 yang tidak dijalankan oleh par ekskutif yakni KPU.

Massa dari berbagai perwakilan melakukan demonstrasi besar-besaran di DPR yang selanjutnya berhasil menghentikan pengesahan RUU Pilkada.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA