Lubang – Lubang Diasapi, Den Baguse Keluar, Masuk Perangkap
BACA JUGA: Honorer K2 Ditarik Iuran Rp 500 Ribu per Orang untuk Silatnas
Kendala utamanya, menurut Nono, kondisi geografis. Mina padi tak bisa diterapkan di seluruh area sawah. Di sisi lain, petani harus merelakan sebagian lahannya untuk dibuat kolam ikan. Itu pun, kata Noto, belum menjamin sawah terbebas dari tikus. “Tikus bisa berenang. Perawatan mina padi juga lebih repot dari TBS," bebernya.
Sawah yang diserang tikus sepintas memang tak kelihatan. Hewan pengerat itu biasanya menyerang tanaman padi siap panen dari bagian tengah sawah. Sehingga petani akan tak menyangka jika sawahnya telah puso. Saat itulah para petani baru melakukan gropyokan tikus.
Tikus biasanya menyeramg tanaman padi berusia 30-40 hari. "Kalau sudah agak tua tikus tidak suka," ungkap Noto.
Setiap tahun ulah Den Baguse kian merajalela. Data Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Sleman menunjukkan, pada 2018 sedikitnya 3.535 hektare sawah diserang Den Baguse. Dari luasan tersebut, 56 ha di antaranya gagal panen karena puso.
Sementara 55 ha lainnya rusak berat, 368 ha rusak sedang, dan 3.056 ha rusak ringan. Serangan tikus meningkat drastis dibanding 2017. Saat itu serangan Den Baguse mengakibatkan 1.499 ha sawah rusak ringan, 121 ha rusak sedang, dan 7 ha rusak berat. Sedangkan 31 ha puso.
Serangan tikus terparah di wilayah barat Kabupaten Sleman. Di area yang dikenal dengan sebagai lumbung pangannya Sleman. Serangan Den Baguse meluas ke area sawah yang berbatasan dengan wilayah barat Sleman. Seperti Sedayu, Bantul dan Nanggulan, Kulonprogo.
Bahkan sejak tiga tahun terakhir tak kurang 69 hektare sawah di wilayah Moyudan, Sleman tak ditanami padi. Karena petani tak mau terus-terusan merugi. Akibat gagal panen.