Lubang – Lubang Diasapi, Den Baguse Keluar, Masuk Perangkap
Ketua Gapoktan Rejeki Mulia Sumberagung, Moyudan Edi Wasito mengatakan, lahan produktif seluas 25 ha yang dikelola kelompoknya tiga kali puso. Saat ini menjadi lahan tidur. “Sebelum ditanami lagi kami akan terus gropyokan tikus sampai 17 Maret mendatang,” katanya.
Menurut Edi, serangan Den Baguse menyebabkan hasil panen merosot tajam. Turun drastis hingga 80 persen. Dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Petani paling banyak hanya bisa membawa pulang 25 persen hasil panen,” sesalnya.
Kalaupun ada yang berhasil panen, jumlahnya bisa dihitung jari. Hasilnya pun, kata Edi, tak cukup untuk menutup biaya operasional. Kondisi itu menyeluruh hampir merata se-Moyudan.
Askoto, 57, petani lain asal Jetis Depok, Sendangsari, Minggir, punya pengalaman lain tentang Den Baguse. Dia pasrah saat Den Baguse menyerang. Menurutnya, setiap petak sawah seluas 600 meter persegi bisa menghasilkan 3-4 kuintal beras.
Akibat serangan tikus, hasil panen tak pernah lebih dari satu kuintal. Askoto mengaku tak menyukai sistem mina padi. Selain ribet, ada persoalan pembagian air. Susah dibagi rata untuk setiap petaknya. “Mau diapakan juga tikus selalu ada,” keluhnya.
Diceritakannya, wilayah Jetis Depok pernah bebas dari serangan tikus. Selama dua tahun. Tapi itu dulu. Setelah salah seorang petani mengambil air dari Candi Tikus di Jawa Timur. "Air itu kan jumlahnya terbatas. Hanya dua tangki. Lalu dicampur air biasa untuk menyiram tanaman. Selama dua tahun itu aman," ungkapnya.
Askoto sebenarnya tak percaya mistis. Namun realita itu terjadi. Kawanan tikus itu tidak takut dengan keberadaan manusia. Tahun ketiga setelahnya tikus kembali menyerang. Bahkan lebih ganas. Menghabiskan hampir seluruh lahan.
"Wis panganen kabeh. Iso panen piro wae tak tampa (Sudah makan saja semuanya, bisa panen berapa pun saya terima)," ucapnya.