Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Negara Federal Solusi: Kucing Lebih Diterima Istana Ketimbang Orang Kawasan Timur

Oleh: Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina

Kamis, 24 Oktober 2024 – 17:50 WIB
Negara Federal Solusi: Kucing Lebih Diterima Istana Ketimbang Orang Kawasan Timur - JPNN.COM
Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina. Foto: dok.pribadi for JPNN.com

Di sudut yang berbeda, sumber daya alam dari kawasan timur justru dieksploitasi sedemikian rupa tanpa menyisakan kesejahteraan di kawasan timur. Padahal, kekayaaan alam kawasan timur lebih dari cukup untuk mensejahterakan dirinya sendiri. Tidak perlu bicara sumber migas dan mineral lain yang terkandung di Kawasan timur. Dengan komoditas perikanan saja, sesungguhnya sudah lebih dari cukup untuk membiayai Kawasan timur.

Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 pernah mengungkapkan ada 7000 kapal illegal yang menangkap ikan di perairan Indonesia dan negara mengalami kerugian sekitar Rp 3.000 triliun. Sebagian besar kapal-kapal itu beroperasi di kawasan timur.

Situasi yang dialami Kawasan timur menunjukkan adanya pengkhianatan dalam pengelolaan negara, karena adanya daerah tertentu yang mendominasi semua aspek bernegara, termasuk pengelolaan sumber daya alam. Situasi ini menjadikan kawasan timur sebagai objek eksploitasi atas kekayaan alamnya.

Belum selesai sumber mineral dan perikanan, kini Papua misalnya sudah mulai diolah sebagai objek dari program pangan. Haruskah seperti ini dalam mengelola negara? Mengapa Kawasan timur seolah menjadi objek dan menjadi korban dalam mewujudkan kesejateraan. Sementara Kawasan ini dibiarkan bergelut dengan kemiskinan dan keterpurukan di atas kekayaan alamnya.

Eksploitasi kawasan timur atas nama negara, bukan saja melecehkan cita-cita luhur bernegara, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap keadilan sosial bagi kawasan timur. Dominasi satu wilayah terhadap wilayah lain, telah melahirkan praktik ketidakadilan yang sistematis dan massif.

Dengan situasi seperti ini, memberikan kesadaran baru, kalau generasi pendahulu kawasan timur yang menginginkan Negara Indonesia Timur dalam bentuk federal sebagai suatu kecerdasan dalam membaca tanda-tanda yang melampaui zamannya. Kekhawatiran generasi terdahulu secara perlahan menemui kenyataan.

Kawasan timur dengan penduduk yang minoritas akan menjadi korban dari mayoritas, yang bakal menguasai semua struktur bernegara yang pada gilirannya menguasai pengelolaan sumber daya alam.

Hanya saja, stigma negatif yang terlanjur dilekatkan terhadap bentuk negara federal sebagai negara boneka Belanda yang digagas Van Mook seolah menjadi “kartu mati” bagi diskursus negara federal. Benarlah ungkapan lama kebohongan yang selalu diungkapkan akan menjadi kebenaran. Penolakan terhadap bentuk federal merupakan keberhasilan dari kampanye negatif terhadap bentuk negara federal.

Engelina Pattiasina mengatakan, upaya mengatasi ketimpangan atau disparitas kawasan barat dan timur seolah menemui jalan buntu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News