Nevi Zurairina: Holdingisasi PLTP di Bawah PGE Tidak Tepat
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Hj Nevi Zuairina menyikapi rencana pemerintah untuk melakukan holdingisasi PLTP dan holdingisasi PLTU serta melanjutkannya dengan IPO.
Dia menyetujui rencana ini, namun ada hal yang ia anggap janggal sehingga mesti dilakukan berbagai pertimbangan. Persoalan mendasarnya, perusahaan Holding yang semestinya di amanatkan kepada PLN, tetapi ini malah diserahkan pada Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai perusahaan Holdingnya.
“Minimal ada tiga hal kenapa bukan PGE yang mesti menjadi Holding, tetapi seharusnya PLN,” kata Nevi dalam siaran pers pada Jumat (6/8) lalu.
Alasan pertama, menurut Nevi, PGE masih baru, sekitar tahun 2006 berdiri. Kekuatan manajemennya dalam menguasai bisnis dan operasional masih meragukan untuk mengemban holding.
Kedua, pembangkit listrik panas bumi ini mahal investasinya yang mesti dijaga asetnya tetap milik pemerintah. Jika melakukan IPO, aset berharga ini akan dimiliki swasta.
Alasan ketiga adalah regulasi EBT pada RUU energi baru terbarukan (RBT) yang digogok di DPR RI masih berpolemik terutama pada Pasal 40 ayat (1) yang berbunyi "Perusahaan listrik milik negara wajib membeli tenaga listrik yang dihasilkan dari Energi Terbarukan".
Selain itu, Pasal Pasal 51 ayat (4) yang berbunyi "Dalam hal harga listrik yang bersumber dari Energi Terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik perusahaan listrik milik negara, Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisih harga Energi Terbarukan dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik setempat kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut.”
Nevi menguraikan, proyek pengembangan lapangan panas bumi di tiga lapangan yaitu Bukit Daun (Bengkulu), Gunung Lawu dan Seulawah (Aceh), semua lapangan tersebut masih dalam tahap pemboran sumur eksplorasi dan belum sampai pada tahap produksi listrik.