Pegawai KPK Tuduh Menteri Yasonna Manfaatkan Corona untuk Bebaskan Koruptor
jpnn.com, JAKARTA - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memanfaatkan pandemi virus corona untuk membebaskan para koruptor.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, sebetulnya wacana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan bukanlah hal baru.
"Bahkan telah diwacanakan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly sejak 2016 dan telah mendapatkan respons penolakan dari publik sehingga ditolak. Untuk itu, jangan sampai epidemi Covid-19 justru malah menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk memuluskan rencana tersebut," kata Yuri dalam keterangan yang diterima, Jumat (3/4).
Yudi mengingatkan momentum krisis ekonomi 1998 merupakan salah satu latar yang melahirkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal tersebut pula yang melahirkan adanya ketentuan pemberatan sampai hukuman mati bagi koruptor yang melakukan tindak pidananya pada saat kondisi krisis.
Sayangnya, lanjut Yudi, hal tersebut tidak selaras dengan kebijakan yang akan diambil dengan adanya inisiatif dari Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 itu. Justru pada saat kondisi krisis epidemi COVID 19 sedang terjadi di Indonesia untuk meringankan hukuman terhadap koruptor.
"Indonesia saat ini sedang menggelontorkan uang senilai kurang lebih Rp 405 Trilyun yang akan disalurkan dalam berbagai bentuk untuk mengatasi Covid-19. Hal tersebut bukan terlepas dari potensi adanya penumpang gelap untuk mengambil manfaat melalui korupsi. Untuk itu, pesan serius yang memberikan efek deterrence haruslah semakin ditekankan bukan malah dihilangkan," kata Yudi.
Yudi juga menilai korupsi merupakan kejahatan yang serius sehingga derajatnya setara dengan terorisme dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 sebagai bentuk politik hukum negara
untuk menempatkan posisi seriusnya kejahatan rasuah. Hal tersebut mengingat landasan kuat dilakukannya reformasi adalah karena persoalan korupsi di republik Indonesia.
"Banyak metode lain yang dapat diterapkan untuk menghindari risiko COVID 19 bagi para terpidana korupsi. Mulai dari adanya pengaturan soal sel sampai dengan kunjungan sehingga seharusnya tidak menjadi alasan," kata dia.