Pemerintah Perlu Evaluasi Potensi Dualisme Kewenangan di Perpres Neraca Komoditas
"Yang dialami teman-teman sejak 2017 hingga sebelum SINAS NK lebih fleksibel. Misalnya, hanya impor premium cut, apakah bertulang atau tidak bertulang akan kami pikirkan berikutnya. Karena kami biasanya impor gelondongan," keluhnya.
Tantangan lain, lanjutnya, terkait rencana kebutuhan tahun depan, dari Januari hingga Desember. Sementara realisasi impor tidak selalu sesuai dengan rencana yang dibuat.
Selain itu, importir juga mempertimbangkan pergerakan harga daging yang bisa murah di bulan-bulan tertentu.
"Kami ini pedagang. Kami mempertimbangkan bahwa pada bulan-bulan terntentu harga daging bisa lebih murah, atau bisa juga di bulan tertentu justru enggak beli," ujarnya.
Kemudian juga ada ketentuan rencana kebutuhan dan pasokan. Dalam SINA NK, pasokan dipecah lagi dan didistribusikan sesuai masing-masing kelompok daging. Hal ini, menurut Suhandri, menjadi kendala bagi pengusaha.
"Ini juga menjadi kendala di teman-teman. Kalau pemerintah melihat semakin detail semakin bagus, buat kami semakin susah. Kami membuat rencana hanya membeli 1 ton atau kami minta 100 ton, bisa-bisa kami minta 200 ton. Yang terjadi kemudian realisasi tidak akan tercapai. Realisasi impor saat ini paling tinggi 15%-20%," tegasnya.
Menurut Asisten Deputi Fasilitasi Perdagangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Tatang Yuliono, neraca komoditas perlu dievaluasi.
Sejumlah masalah masih sering ditemui dalam pelaksanaannya.