PP GMKI Soroti Penanganan Pandemi, Singgung 2 Menteri Ini
Pertama, jumlah kematian kasus Covid-19 masih tinggi yang disebabkan oleh rendahnya pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment).
Pelaksanaan 3T rendah, tidak terlepas dari mahalnya biaya tes PCR, terbatasnya produksi dan distribusi obat-obatan, dan oksigen serta rendahnya okupansi bed. Selain itu, masih ada insentif tenaga kesehatan yang belum dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan.
"Malahan harga PCR selama setahun ini sangat mahal, dan dibiarkan saja oleh Airlangga Hartarto dan Erick Thohir. Untung saja Presiden Jokowi menegur harga PCR yang tinggi. Begitu juga dengan produksi dan distribusi obat-obatan dimonopoli oleh BUMN dan industri farmasi besar, terindikasi Erick Thohir juga mengetahui dan membiarkan terjadinya monopoli ini," lanjut Jefri.
Kedua, herd immunity sangat lambat dan berpotensi gagal. Hal ini terjadi akibat rendahnya vaksinasi. Jumlah vaksinasi kedua di Indonesia pada tanggal 23 Agustus 2021 baru mencapai 32.046.224.
Jumlah ini masih jauh dari target yang diamanahkan oleh Presiden Joko Widodo yakni 208.265.720 vaksin atau masih 15,38 persen.
"Vaksin dan juga beberapa obat-obatan terapi Covid-19 diproduksi dan didistribusikan oleh BUMN Farmasi. Kemudian apa yang dilakukan oleh kedua Menteri ini untuk percepatan pelaksanaan vaksinasi dan distribusi obat-obatan? Justru peranan itu dilakukan oleh Polri, TNI, dan BIN," kata Jefri.
Ketiga, kemiskinan meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Maret 2021 persentase penduduk miskin sebesar 10,14 persen atau sebesar 27,54 juta orang, meningkat 0,36 persen poin terhadap Maret 2020 atau sebanyak 1,12 juta orang.
Angka pengangguran terus meningkat, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,75 juta orang pada Februari 2021 dibandingkan tahun lalu sebesar 6,93 juta orang, mengalami peningkatan sebesar 1,82 juta orang.