Proses Pembentukan RUU Cipaker Tidak Partisipatif, Hanya Mendengarkan Kalangan Pengusaha
jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Bidang Konstitusi dan Ekonomi Kode Inisiatif Rahmah Mutiara menilai Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak partisipatif. Akibatnya, muatan dalam aturan itu tidak mencerminkan kebutuhan publik.
"Proses pembentukan RUU yang tidak partisipatif ini melanggar prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan jelas tidak mencerminkan asas keterbukaan sebagaimana Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011," tulis Rahmah dalam keterangan resmi yang diterima jpnn, Senin (5/10).
Misalnya, kata dia, pembahasan aturan sapu jagat itu tidak partisipatif dan cenderung eksklusif. DPR tampak pilah-pilah untuk menghadirkan para pihak guna didengarkan keterangannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Badan legislatif (Baleg) DPR hanya melaksanakan RDPU dengan pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Baleg DPR tidak banyak berbicara dengan pekerja ketika membahas Omnibus Law RUU Ciptaker.
"Seharusnya RDPU dilakukan juga dengan para pekerja, sehingga perumusan pasal krusial dalam kluster kenegatakerjaan RUU Cipta Kerja dapat menyerap aspirasi pihak yang akan diatur," ungkap dia.
Selain tidak partisipatif, kata Rahmah, Omnibus Law RUU Ciptaker berisikan muatan yang inkonstitusional.Perubahan substansi aturan tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh dan masih menyisakan beberapa substansi bermasalah.
"Isu-isu yang justru penting dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara teracuhkan," beber dia.
Kemudian, kata dia, Omnibus Law RUU Ciptaker secara jelas menghapuskan kewenangan daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri.