Rupiah Melemah, Minta Harga Obat Naik 5 Persen
Darodjatun juga menyinggung keberadaan tunggakan hutang obat-obatan dan alat kesehatan program JKN sebesar Rp 3,5 triliun. Dia berharap di tengah rencana suntikan dana kepada BPJS Kesehatan, pemerintah juga mempertimbangkan tanggungan hutang kepada perusahaan farmasi.
Dalam jangka panjang dia mengusulkan sebuah sistem supaya ke depan tidak ada lagi tunggakan obat dan alat kesehatan yang besar. Usulan itu diantaranya BPJS Kesehatan membuat regulasi bahwa minimal 20 persen dari uang klaim yang dibayarkan ke fasilitas kesehatan adalah untuk obat-obatan atau farmasi.
Dia menuturkan selama ini perusahaan farmasi penyuplai obat-obatan tidak pernah tahu besaran uang klaim dari BPJS Kesehatan untuk fasilitas kesehatan atau rumah sakit. Dengan adanya alokasi minimal 20 persen dari uang klaim untuk keperluan obat-obatan, diharapkan tidak ada lagi hutang segunung kepada perusahaan farmasi.
Anggota DJSN Zainal Abidin mengatakan perusahaan farmasi yang menjerit karena adanya utang yang tinggi harus menjadi perhatian. Termasuk juga usulan adanya kenaikan harga obat-obatan. Dia mengatakan DJSN akan terus menggali masukan-masukan dari pihak terkait untuk urusan kenaikan harga obat itu.
Dia juga menuturkan perusahaan atau produsen obat sebaiknya fokus pada produksi dan distribusi obat-obatan. ’’Perusahaan faramsi sebagai penjual obat, jangan melakukan semuanya. Termasuk melalukukan audit,’’ tuturnya. Terkait audit kebutuhan obat-obatan sebaiknya dilakukan oleh lembaga independen.
Mantan ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu juga berharap BPJS Kesehatan diberi kesempatan untuk memilih beberapa jenis obat-obatan. Sehingga BPJS Kesehatan dapat memilih mau membeli obat mana yang cocok untuk pasien dan disesuaikan dengan kondisi keuangan.
’’Hemat saya sebelum bicara (kenaikan, Red) harga obat, hutang kepada perusahaan farmasi dilunasi dahulu,’’ pungkasnya. (wan)