Samin Tan Divonis Bebas, Jaksa KPK Langsung Menyatakan Kasasi
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Pasal 12 B bukan merupakan delik suap tetapi delik gratifikasi, maka sangat tidak mungkin dalam gratifikasi itu mengancam pidana bagi yang memberikan.
"Sejak awal UU KPK dibentuk gratifikasi tidak dirancang untuk juga menjadi tindak pidana suap, gratifikasi menjadi perbuatan yang dilarang terjadi saat penerima gratifikasi tidak melaporkan hingga lewat tenggat waktu yang ditentukan UU," kata Hakim Anggota Teguh Santoso.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan Eni Maulani karena tidak melaporkan gratifikasi yang dia terima.
"Sifat melawan hukum penerimaan gratifikasi ini ada dalam diri si penerima bukan dalam diri si pemberi. Sikap melawan hukum ini ditunjukkan kepada penerimanya hal inilah yang membedakan antara gratifikasi dan suap," ungkap Hakim Teguh.
Delik gratifikasi, kata hakim, menjadi sempurna ketika penyelenggara negara tersebut yaitu Eni Maulani Saragih tidak melaporkan menerima sesuatu dalam waktu 30 hari sejak pemberian sesuatu diterima sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B.
"Menimbang, karena belum diatur dalam peraturan perundangan maka dikaitkan dengan Pasal 1 Ayat 1 KUHAP menyatakan pelaku perbuatan tidak akan dipidana kecuali dengan peraturan perundangan yang sudah ada maka ketentuan Pasal 12 B tidak ditujukan kepada pemberi sesuatu dan kepadanya tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya," jelas hakim.
Sementara, dalam putusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 100/Pid.Sus/TPK/2018/PN.Jkt Pst tanggal 1 Maret 2019, Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta, subsider dua bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp 5,87 miliar dan SGD 40 ribu, karena terbukti menerima Rp 10,35 miliar, SGD 40 ribu, salah satunya menerima gratifikasi dari Samin Tan sejumlah Rp 5 miliar. (antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi: