Soal RPMK IHT, Anggota DPR RI Ingatkan Pemerintah Pertimbangkan Dampak Hulu Hingga Hilir
jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) sudah menjadi identitas nasional. Terlebih, di tengah tidak adanya sektor industri baru yang tumbuh.
Padahal, sambung Willy, saat ini banyak negara justru sedang membentuk national identity-nya, baik melalui suaka hingga konservasi.
"Jangan seperti kera menangkap belalang, apa yang ada di tangan, karena ingin mengejar yang baru hilang. Kalau kita bicara tembakau ini soal hulu ke hilir, merupakan paket yang komplet, ada petani, ada retail, ada industri, ada ekosistem," kata Willy dalam forum legislasi bertajuk “Menilik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Industri Tembakau,” ujarnya di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (18/8/2024).
Diskusi itu membahas polemik mengenai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik sebagai pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang terus menuai pro dan kontra di ruang publik. Diketahui, RPMK tersebut memuat usulan ketentuan soal kemasan rokok polos tanpa merek.
Willy berpandangan, era ini merupakan zaman partisipatory dan kolaboratif. Di mana seharusnya ketika membuat suatu kebijakan harus terbuka, dilakukan secara bersama-sama, dan harus menghasilkan triple win solution.
"Tidak hanya satu pihak yang dimenangkan, tidak hanya dua belah pihak yang dimenangkan, tetapi pihak pertama, kedua dan pihak ketiga secara strategis lingkungan yang harus dimenangkan juga, di konteks inilah triple win solution yang kita butuhkan bersama-sama," ucap Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI ini.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem, Nurhadi mengingatkan Menteri Kesehatan untuk mempertimbangkan dampak sosial dari RPMK tersebut. Terlebih, ucapnya, di tengah kondisi ekonomi nasional saat ini yang sedang tidak baik-baik saja.
"Jangan sampai, kalau RPMK ini tidak dikoreksi atau dievaluasi, maka selain akan menyebabkan kegaduhan di dalam negeri, ini tentu juga akan berpotensi sekitar 6 juta pekerja tereduksi dan menambah rentetan jumlah PHK," ucapnya.