Soesilo Toer, Doktor Ekonomi Politik jadi Pemulung Sampah
Soes -sapaan akrabnya- senang dipanggil rektor alias korek-korek barang kotor. Nyaris setiap malam dia keliling kota untuk mengais sampah. Dia mencari apa saja. Dia pungut kardus, aneka botol, plastik, dan barang pecah belah.
Bahkan sisa makanan juga. ”Untuk makan ayam.” ujarnya terkekeh ketika mengemasi makanan basi di dekat restoran.
Tangannya yang tak bersarung menggerayangi sisa-sisa nasi bercampur sayur, tisu, dan tulang ayam. ”Ini masih baru,” katanya. Esok hari ayamnya berpesta. Di rumah dia memelihara ayam belasan ekor.
Ada juga dua ekor kambing yang juga diberi makan dari hasil memulungnya. Beberapa hari sebelumnya, dia membawa pulang salak. Tentu yang sudah tidak layak dimakan manusia. Istrinya memberikannya ke kedua kambingnya. Lahap.
Pekerjaan Soes sangat berat. Wartawan Jawa Pos Radar Kudus ini yang ikut bersama Soes merasakannya. Saat itu Soes memunguti gelas pastik yang terselip di tumpukan sampah.
Isi gelas itu tidak jelas. Warnanya kuning. Antara makanan yang hancur atau muntahan. Atau bahkan kotoran manusia.
Tangan wartawan Jawa Pos Radar Kudus berlumuran cairan kuning ketika ikut membantunya. Beberapa kali ingin muntah. Muka rasanya pucat-pasi. Beruntung ada sisa air mineral untuk mengguyur.
Sementtara itu, Soes tenang saja. ”Tidak takut gudiken?” tanyanya. Wartawan Jawa Pos Radar Kudus ini menggeleng sambil menjawab, ”Saya pernah gudiken kok, Pak. Jadi aman.”