Soroti CSR LNG Tangguh di Papua Barat, Senator Filep Bilang Begini, Tegas
Hal lainnya adalah budaya hukum di Indonesia tidak sama dengan budaya hukum negara lain, utamanya negara industri maju tempat konsep CSR pertama kali diperkenalkan di mana CSR bukan hanya merupakan tuntutan bagi perusahaan kepada masyarakat dan lingkungannya.
Namun, juga telah dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja perusahaan dan syarat bagi perusahaan yang akan go public.
Menurut Filep, menjadikan CSR sebagai kewajiban hukum dinilai oleh MK justru untuk memberikan kepastian hukum sebab dapat menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda-beda tentang CSR oleh perseroan sebagaimana dapat terjadi bila CSR dibiarkan bersifat sukarela.
Hanya dengan cara memaksa tersebut akan dapat diharapkan adanya kontribusi perusahaan untuk ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dia menyatakan Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 74 tidak menjatuhkan pungutan ganda kepada perseroan sebab biaya perseroan untuk melaksanakan TJSL berbeda dengan pajak.
Ketiga, pengaturan CSR dalam bentuk norma hukum merupakan suatu cara Pemerintah untuk mendorong perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi rakyat.
“Jadi, sekali lagi jangan dianggap CSR bukan merupakan tanggung jawab utama perusahaan. Masak sudah keruk kekayaan alam tetapi tidak ada perhatian pada masyarakat sekitar?” tanya Filep.
“Justru kalau perusahaan melakukan CSR, maka perusahaan semakin dipercaya publik untuk beroperasi. Sekarang bagaimana dengan konteks Papua? Dasarnya ada pada UU Otsus Pasal 38 yang secara rinci sudah menjelaskan hal itu,” ucapnya.