Ssstt..Perputaran Uang di Bisnis Tes PCR Capai Rp23 Triliun, Siapa yang Diuntungkan?
"Terdapat dua permasalahan dari kondisi di atas. Pertama, Koalisi menduga penurunan harga PCR karena sejumlah barang yang telah dibeli, baik oleh pemerintah atau perusahaan, akan memasuki masa kedaluwarsa.
Dengan dikeluarkannya ketentuan tersebut diduga pemerintah sedang membantu penyedia jasa untuk menghabiskan reagen PCR. Sebab, kondisi tersebut pernah ditemukan oleh ICW saat melakukan penyelidikan bersama dengan Klub Jurnalis Investigasi.
"Kedua, ketertutupan informasi mengenai komponen biaya pembentuk harga pemeriksaan PCR. Dalam sejumlah pemberitaan, BPKP dan Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan informasi apa pun perihal jenis komponen dan besarannya. Berdasarkan informasi yang dimiliki oleh Koalisi, sejak Oktober 2020 lalu, harga reagen PCR hanya sebesar Rp 180 ribu," tambahnya.
Ketika pemerintah menetapkan harga Rp 900 ribu, kata Wana, maka komponen harga reagen PCR hanya 20 persen. Selain itu komponen harga lainnya tidak dibuka secara transparan sehingga penurunan harga menjadi Rp 900 ribu juga tidak memiliki landasan yang jelas.
"Begitu pula dengan penurunan harga PCR menjadi Rp 350 ribu juga tidak dilandaskan keterbukaan informasi, sehingga keputusan kebijakan dapat diambil berdasarkan kepentingan kelompok tertentu. Artinya, sejak Oktober 2020, pemerintah diduga mengakomodasi sejumlah kepentingan kelompok tertentu," kata dia. (tan/jpnn)