Ssstt..Perputaran Uang di Bisnis Tes PCR Capai Rp23 Triliun, Siapa yang Diuntungkan?
Wana menilai pemerintah tidak menggunakan prinsip kedaruratan kesehatan masyarakat. Justru, kata Wana, pemerintah terkesan mementingkan kepentingan kelompok bisnis tertentu.
"Terlebih penurunan terakhir ini terkesan hanya untuk menggenjot mobilitas masyarakat. Kami melihat bahwa penurunan harga ini seharusnya dapat dilakukan ketika gelombang kedua melanda, sehingga warga tidak kesulitan mendapatkan hak atas kesehatannya," kata dia.
Lebih lanjut kata Wana, Penurunan harga PCR untuk kebutuhan mobilitas juga mencerminkan bahwa kebijakan ini tidak dilandasi asas kesehatan masyarakat, tetapi pemulihan ekonomi.
Dari seluruh rangkaian perubahan tarif pemeriksaan PCR sejak awal hingga akhir, kata dia, pihaknya mencatat setidaknya ada lebih dari Rp 23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut.
Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih.
"Ketika ada ketentuan yang mensyaratkan penggunaan PCR untuk seluruh moda transportasi, perputaran uang dan potensi keuntungan yang didapatkan tentu akan meningkat tajam. Kondisi tersebut menunjukan bahwa pemerintah gagal dalam memberikan jaminan keselamatan bagi warga," kata dia.
Berdasarkan anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan pada 2020, Wana mengatakan realisasi penggunaan anggaran untuk bidang kesehatan hanya 63,6 persen dari Rp 99,5 triliun. Kondisi keuangan tahun ini pun demikian.
Per 15 Oktober diketahui bahwa dari Rp 193,9 triliun alokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen. Dari kondisi tersebut, pemerintah masih memiliki sumber daya untuk memberikan akses layanan pemeriksaan PCR secara gratis kepada masyarakat.