Ujian Bagi Pancasila
Oleh: Dr. I Wayan Sudirta - Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia & Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI PerjuanganPenataan itu mutlak dilakukan karena dalam tataran praktis, Pemilu Presiden justru semakin menjauhkan tercapainya esensi permusyawaratan-perwakilan sesuai dengan maksud sila keempat dari Pancasila.
Padahal sejatinya, semangat untuk menegakan nilai-nilai Pancasila merupakan prinsip dasar penyelenggaraan pemilu dan kedaulatan rakyat, yakni kebebasan, kesetaraan, mayoritarian, dan pertanggungjawaban.
Keempat prinsip ini sepatutnya melekat pada setiap pelaksanaan Pemilu dalam rangka memastikan tegaknya kedaulatan rakyat.
Semangat Hari Pancasila
Dalam pidato tanggal 26 Mei 1958 pada kursus Pancasila di depan kader-kader Pancasila di Istana Negara, Bung Karno menyatakan waktu menggali Pancasila sampai saf (lapis) yang paling dalam, yaitu ke saf pra Hindu agar Pancasila selain dapat menjadi “titik temu” yang menyatukan, sebagai alat pemersatu, dan “meja statis”, yang mampu menjadi “leidstar dinamis” untuk memberikan orientasi dan cita-cita bangsa ke depan.
Pernyataan Bung Karno ini menjadi landasan ontologis, untuk menghadirkan kembali Haluan Negar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang bertumpu pada prinsip negara hukum dan supremasi konstitusi, yaitu: Pertama, Haluan Negara merupakan haluan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, Haluan Negara merupakan kehendak rakyat untuk mewujudkan tujuan negara serta sebagai upaya untuk memberikan arah bagi penyelenggara negara dan rakyat Indonesia dalam mencapai tujuan bernegara.
Ketiga, Haluan Negara berfungsi untuk memberikan kejelasan arah bagi perjuangan dan pembangunan bangsa dan negara, agar dapat menciptakan keadaan yang diinginkan dalam jangka waktu tertentu serta untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.