Ulama NU Ini Sebut Budaya Sajen Tak Ada Masalah dalam Islam, Lalu Bandingkan dengan Arab
Hal itu karena di zaman nenek moyang saat itu belum ada jaminan keamanan yang secanggih era saat ini. Dengan demikian, memberi sajen adalah bentuk dari survival manusia menghadapi musuhnya yang berwujud makhluk halus.
"Memang sajen ini adalah makanan untuk makhluk-makluk halus lainnya yang memiliki kekuatan lebih kuat dari manusia, tetapi masih tetap jauh di bawah Allah SWT. Ini bentuk survival nenek moyang kita zaman dahulu. Mereka juga tahu itu, apa mereka pernah kasih makan Allah? Tidak pernah, kan, karena mereka menyadari itu," kata Gus Muwafiq.
Gus Muwafiq menceritakan bahwa ia pernah menangani salah seorang yang menanamkan tombak di tangannya dengan tujuan membantu pekerjaannya di zaman terdahulu.
Hal itu tidak bisa disalahkan, apalagi dicap sebagai praktik bidah maupun musyrik. Sebab, lagi-lagi itu adalah bagian dari usaha manusia untuk bertahan dalam menjalani kehidupan.
"Suatu ketika saya pernah menangani orang, usianya sudah sekitar 90 tahun, seluruh tubuhnya sudah tidak bisa bergerak, sudah sangat tua, tetapi tangannya ini masih terlihat seperti usia 25," kata dia.
Gus Muwafiq lalu mendoakan orang tua itu. Kemudian keluarlah tombak dari tangan orang itu.
"Saya tanya, dahulu apa ini profesinya? Ternyata sopir gerobak yang bagian mengantar logistik antardaerah. Zaman segitu, berapa, sih, kekuatan sapi? Kalau dirampok juga dia tidak bisa lari, kan?" kata dia.
Oleh karena itu, orang tua itu mencari kekuatan agar memiliki kekuatan. Apabila ketemu penjahat di jalan tidak pingsan ketika dipukul atau ketika roda pedati masuk ke lumpur bisa diangkat dengan tangan.