Warga Bekasi Minta Ahok Bangun Sekolah Bertaraf Internasional
Seperti pembangunan jalan, masjid, posyandu dan sarana umum lainnya. Padahal masih banyak anak-anak di tiga kelurahan yang lokasinya dekat dengan TPST Bantargebang yang tidak mendapat pendidikan secara laik. Bahkan, kata dia, uang kompensasi bau (community development) yang diterima warga Rp 300.000 per bulan dianggap kurang.
”Malah dana itu selalu dipotong Rp 100.000 dengan alasan untuk pembangunan infrastruktur di wilayah setempat. Sementara sisa uangnya digunakan untuk keperluan lain seperti membeli air karena kualitas air di sana tidak bagus,” cetusnya juga.
Menurutnya juga, timbunan sampah di TPST Bantargebang memberikan dampak negatif terhadap warga dan lingkungan sekitar, seperti rentan merebaknya penyakit diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), gatal-gatal dan dampak sosial lainnya.
Seperti air tanah yang buruk serta lingkungan yang tidak sehat. Belum lagi citra Kecamatan Bantargebang yang banyak disebut warga daerah tempat pembuangan sampah.
”Sangat banyak dampak negatif akibat TPST oleh warga Bantargebang. Karena itu kami minta tuntutan kami dipehuni,” ungkapnya juga.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, Agus Enap mengatakan kalau jumlah sekolah di wilayah itu sudah cukup. Dia mengatakan itu berdasarkan jumlah penduduk di Kecamatan Bantargebang yang berjumlah 112.167 jiwa.
Lantaran bukan hanya sekolah negeri saja yang berdiri di daerah itu tapi juga sekolah swasta. ”Pembangunan sekolah di suatu wilayah itu mengacu ke jumlah penduduk. Kalau yang ada sekarang saya kira jumlah sekolah sudah cukup,” jelasnya.
Memang, ujarnya juga, masalahnya pada biaya sekolah yang memang masih cukup mahal terutama untuk sekolah swasta. Tapi, kata Agus juga, semuanya telah diupayakan pemerintah daerah dengan berbagai bantuan. Misalkan, dengan bantuan biaya operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat dan daerah.