Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Bangsa Tempe

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Selasa, 22 Februari 2022 – 11:08 WIB
Bangsa Tempe - JPNN.COM
Santri di Pondok Pesantren Sirajussaadah, Depok, Jawa Barat, mengolah biji kedelai guna membuat tempe. Dalam sehari, pondok pesantren itu bisa mengolah dua kuintal kedelai dan membuat tempe yang dijual Rp 6.000 per bungkus. Foto: Ricardo/JPNN.com

Revolusi belum selesai. Begitu kata Bung Karno.

Penjajahan fisik, seperti yang dilakukan Belanda dan negara-negara kolonialis lainnya, adalah bentuk dominasi dari penjajah terhadap negara jajahan.

Dominasi dilakukan dengan penguasaan secara langsung terhadap suatu wilayah. Dominasi bisa diakhiri secara formal melalui kemerdekaan. Namun, setelah dominasi pergi masih ada kekuatan penjajah yang tertinggal yaitu hegemoni.

Dalam perspektif Gramsci, dominasi adalah penguasaan fisik, sedangkan hegemoni adalah penguasaan yang bersifat tidak langsung dalam bentuk penguasaan ideologi, peradaban, dan budaya.

Sebuah bangsa bisa saja sudah merdeka dan terbebas dari dominasi. Namun, bangsa itu tidak sadar bahwa sebenarnya mereka tidak benar-benar merdeka karena masih menjadi subjek hegemoni dari negara lain.

Hegemoni itulah yang dilawan oleh Bung Karno dengan mengumandangkan semangat revolusi yang belum selesai. Sebagai seorang orator ulung Bung Karno menciptakan jargon-jargon perjuangan yang dimaksudkan untuk menggelorakan semangat rakyat.

Bangsa tempe bukan sebutan yang menghina, tetapi lecutan untuk membangkitkan semangat.

Bung Karno dengan tegas mengatakan ‘’Malaysia kita ganyang, Inggris kita linggis, Amerika kita setrika’’.

Sebutan bangsa tempe yang dibuat oleh Bung Karno terasa sangat ironis sekarang. Rasanya kita ini memang bangsa tempe yang lembek.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close