Coret Irman Gusman dari DCT, KPU Dituding Melanggar Asas Hukum
Apabila putusan MK No. 12/PUU-XXI/2023 dan putusan MA No. 28 P/HUM/2023 itu diberlakukan terhadap Irman Gusman yang telah selesai menjalani masa hukumannya, kata Tommy, maka di situ negara melakukan blunder.
"Hal ini karena melanggar asas Geen Straf Zonder Schuld yang mewajibkan hakim untuk tidak menghukum siapa pun tanpa ada kesalahannya yang melanggar aturan hukum," tuturnya.
Dia menyebut kegagalan KPU dalam memahami filosofi dari asas lex specialis lex generali itu juga menyebabkan lembaga itu melanggar asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Sebab, tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang- undangan yang telah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan.
"Dikatakan demikian karena Irman Gusman sudah selesai menjalani seluruh masa pidananya sebelum MK mengeluarkan putusan No. 12/PUU-XXI/2023; dan sebelum MA mengeluarkan putusan No. 28 P/HUM/2023," ujar Tommy.
Di sisi lain, dia menilai pemaksaan penerapan putusan MK dan putusan MA dimaksud terhadap Irman juga merupakan penzaliman, karena melanggar asas Culpae poena par esto, bahwa hukuman harus setimpal dengan kejahatannya.
Sementara, sejak menyelesaikan seluruh masa pidananya, Irman tidak melakukan kejahatan apa pun yang dapat dikenai sanksi pidana.
"Kenapa setelah Irman Gusman menyelesaikan seluruh masa pidananya, negara menjatuhkan lagi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun tanpa ada kesalahan ataupun kejahatan yang diperbuatnya?" kata Tommy mempertanyakan.
Oleh karena itu, dia menyebut sudah tepat ketika MA dalam putusannya No. 28 P/HUM/2023 secara tegas menyatakan bahwa PKPU No. 11/2023 itu 'tidak berlaku umum', artinya, hanya berlaku dalam kasus-kasus khusus (lex specialis) yang mengesampingkan lex generali.