Hindari Jeratan Pinjol Ilegal, UOB Dukung Terciptanya Budaya Keuangan yang Sehat
Najeela mengungkapkan di tengah rendahnya indeks literasi masyarakat, justru akses terhadap layanan keuangan semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan gap antara literasi dan inklusi semakin tidak terkejar.
“Kita punya akses yang tidak terbatas, tetapi kesiapan setiap individu untuk mendapatkan manfaat optimal tidak ada. Ini tidak hanya literasi keuangan saja, literasi digital juga. Kemampuan untuk mengoptimalkan teknologi belum setinggi yang diharapkan. Kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi yang baik,” ungkap Najeela.
Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia Vera Margaret menambahkan dalam perencanaan keuangan, masyarakat harus memperhatikan porsi konsumsinya dengan mengatur pendapatan dan pengeluaran.
Dalam hal ini, Vera memformulasikan proporsi pengeluaran yang ideal yaitu sekitar 70-85% pendapatan digunakan untuk kebutuhan seperti tempat tinggal, makanan hingga untuk hutang yang merupakan tanggung jawab untuk dibayarkan.
“Kita terbiasa diedukasi untuk put saving first, investment first. Tetapi alokasinya tidak bisa separuh dari pendapatan kita, penuhi dulu kebutuhannya. Cukup 10-20% disisihkan untuk tabungan yang terpenting kita punya dana darurat sehingga jika ada kebutuhan mendesak tidak perlu pinjam, karena ada simpanan. Lalu juga kita tidak perlu mengganti keinginan karena itu penting untuk memotivasi kita growing to the next level, tetapi alokasinya cukup 5-10%. Jadi, tidak ada keinginan kita untuk gunakan pinjaman apalagi ke pinjol ilegal,” tutur Vera.
Vera berpesan agar masyarakat tetap mengedepankan prilaku yang baik dalam perencanaan keuangan seperti tidak merubah lifestyle ketika pendapatan bertambah, dan senantiasa disiplin dalam melakukan savings.
"Selain itu, masyarakat juga perlu mencatat pengeluaran untuk mengetahui spending habitsnya," kata dia. (rhs/jpnn)