Konstitusi Nadi Ketatanegaraan: Refleksi Peringatan Hari Konstitusi
Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, M.H – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI PerjuanganPerubahan tersebut pada dasarnya dapat dipahami dari perspektif/pendekatan kesejarahan (historical approach) dimana para pendiri bangsa menyusun UUD 1945 dalam kondisi yang tergesa-gesa untuk memenuhi kebutuhan Indonesia merdeka.
Sebagai sistem konstitusi, UUD 1945 belumlah sempurna. Hal ini disadari sepenuhnya oleh para pendiri bangsa ketika merumuskannya. Dalam risalah seputar kegiatan perumusan UUD 1945, Bung Karno pernah menyatakan bahwa UUD tersebut bersifat sementara dan kilat.
Kata Bung Karno, “Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-undang Dasar sementara, Undang-undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-undang Dasar yang lebih lengkap dan sempurna”.
Meski kemudian, karena dinamika perjuangan dan politik paska kemerdekaan upaya penyempurnaan UUD tersebut tidak sempat terlaksana. Hingga saat reformasi bergulir kuat pada tahun 1997/98 dirasakan kebutuhan untuk melakukan perubahan UUD 1945, yang hasilnya berlaku hingga saat ini.
Kemudian setelah lebih dari 20 tahun pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan tersebut, ternyata masih dirasakan ada ketimpangan antara normatif UUD dengan praktek sistem ketatanegaraan, maka lahirlah kembali tuntutan perubahan UUD 1945.
Hal ini bisa dipahami kembali berdasarkan pendekatan kesejarahan bahwa memang perubahan UUD 1945 di tahun 1999-2002 dilakukan secara reaktif dan terburu-buru akibat tekanan politik reformasi yang begitu kuat.
Selain itu, perubahan UUD 1945 lebih mengakomodasi perlbagai kepentingan politik daripada kepentingan pembangunan sistem ketatanegaraan yang semakin mapan sehingga secara subtansi memiliki keterbatasan dan kelemahan yang tidak dapat dipakai sebagai rujukan konstitusional yang memadai. Pun, desakan perubahan UUD 1945 saat ini juga makin gencar dilakukan oleh beragam kelompok masyarakat.
Dalam praktik ketatanegaraan yang berjalan ditemukan sejumlah keterbatasan dan kelemahan dalam sistem ketatanegaraan yang jika ditelusuri bersumber dari pengaturan di dalam UUD 1945.