Muhammadiyah Sebut Kasus Kematian Laskar FPI Pelanggaran HAM Berat
jpnn.com, JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai kasus kematian sejumlah anggota Laskar FPI merupakan kategori pelanggaran HAM berat, bukan biasa.
Oleh karena itu, PP Muhammadiyah mendorong Komnas HAM untuk melanjutkan kasus tersebut ke ranah pengadilan pidana.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas mengatakan, pernyataan pihaknya itu harus disikapi oleh pemerintah dengan kepala jernih.
Begitu juga dengan aparat, Busyro meminta aparat penegak hukum tidak perlu menyikapi dengan berlebihan.
"Muhammadiyah kritis adalah kritis penuh kesayangan, bukan kebencian dan tidak perlu aparat Kepolisian menyikapi dengan mispersepsi atau kesalahan pandangan yang berlebihan seakan-akan kalau ada masyarakat sipil yang bersikap kritis itu sebagai musuh, sama sekali tidak," kata Busyro dalam keterangan pers, Senin (18/1).
Muhammadiyah, lanjut Busyro, merupakan organisasi yang turut merintis TNI-Polri melalui Jenderal Besar Soedirman.
Busyro juga mengingatkan bahwa Soedirman merupakan tokoh pemuda Muhammadiyah.
Ia menilai posisi Muhammadiyah independen untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Independensi itu, menurut dia, membawa pengaruh apakah masyarakat sipil itu mudah tergadai atau tidak?
"Insyaallah Muhammadiyah tidak akan mudah tergelincir untuk menggadaikan Indonesia, menggadaikan Islam sebagai agama rahmatan lilalamin yang menegakkan keadilan untuk semuanya, lintas agama, lintas sektor, lintas apa saja, prinsip justice for all adalah prinsip Islam, prinsip Pancasila, dan prinsip kita semuanya," tegasnya.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo menyatakan, pihaknya mendukung empat rekomendasi Komnas HAM untuk dilanjutkan ke pengadilan pidana guna mendapatkan kebenaran materiel lebih lengkap dan semua pihak mendapat keadilan.
"Oleh karena itu, pembunuhan terhadap terutama empat anggota laskar FPI seharusnya tidak sekadar pelanggaran HAM biasa melainkan termasuk kategori pelanggaran HAM berat," kata dia.
PP Muhamadiyah menilai tugas penyelidikan yang telah berjalan terkesan tidak tuntas dalam pengungkapannya termasuk pengungkapan aktor intelektual di balik penembakan tersebut.
Oleh karena itu, PP Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo memberikan perintah tegas kepada pihak yang berwenang untuk mengungkap aktor intelektual di balik penembakan tersebut.
"Mendukung temuan Komnas HAM yang menyatakan bahwa enam orang laskar FPI yang meninggal dunia tersebut terjadi dalam dua peristiwa yang berbeda. Pertama, dua orang meninggal merupakan akibat peristiwa saling serempet antarmobil dan saling serang antara petugas dan anggota laskar FPI di mana didapat temuan saling digunakannya senjata api yang terjadi di sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat
sampai diduga mencapai KM 49 Tol Cikampek," kata dia.
Namun yang kedua, lanjut dia, empat anggota Laskar FPI yang meninggal merupakan akibat penguasaan petugas resmi negara yang terjadi di KM 50 Tol Cikampek. Ini disebut oleh Komnas HAM sebagai peristiwa pelanggaran HAM dan mengindikasikan telah terjadi unlawful killing.
PP Muhammadiyah juga mengajak elemen masyarakat sipil untuk terus mendorong dan mengingatkan pemerintah agar jangan menjadi abai.
Hal itu akan menjadi kebiasaan sehingga pendiaman kasus-kasus yang seharusnya dapat diupayakan keadilan hukumnya, menjadi tidak tuntas dan menambah daftar ketidakseriusan pemerintah dalam penegakan HAM yang sama dengan Pemerintahan sebelum-sebelumnya.
"Presiden perlu diingatkan lagi agar jangan sampai kasus tewasnya empat orang laskar FPI sebagai pelanggaran HAM kemudian menjadi utang masa lampau yang baru di bawah pemerintahan sekarang," tegasnya.
Lebih lanjut Trisno mengatakan, sikap kritis yang dikeluarkan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik serta Majelis Hukum dan HAM di bawah PP Muhammadiyah ini merupakan refleksi bahwa negara masih sehat dan waras karena masih memiliki capital social berupa elemen masyarakat sipil yang waras. (tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: