Pemerintah Akomodasi Masukan Swasta soal RUU SDA
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN) Rachmat Hidayat mengungkapkan, ada beberapa pasal dalam RUU SDA yang diinisiasi oleh DPR tersebut yang dianggap belum jelas oleh para pelaku usaha di Indonesia.
“Pasal 51 sebagai contoh menyamakan industri AMDK yang merupakan industri manufaktur dengan industri SPAM atau air perpipaan yang merupakan industri infrastruktur. Hal ini berdampak pada izin penggunaan SDA untuk AMDK hanya diberikan kepada BUMN, BUMD dan BUMDes,” jelas Rachmat.
Rachmat menambahkan, banyak pasal lain yang sifatnya juga memberatkan industri.
Dia mencontohkan pasal 47 mengenai persyaratan perizinan memaksa industri untuk harus bekerja sama dengan BUMN, BUMD, BUMDes, memberikan bank garansi dan mengalokasikan sepuluh persen keuntungan untuk konservasi SDA.
Sementara itu, pasal 63 menyatakan bahwa masyarakat, termasuk industri pemakai air, dilarang melindungi sumber air di lahan yang dimilikinya.
“Ketentuan-ketentuan ini tentunya perlu disinergikan dengan peraturan yang sudah ada serta bagaimana mekanismenya. Kami melihat bahwa saat ini persyaratan yang diterapkan pada dunia usaha sudah cukup ketat. Pemerintah memiliki otoritas penuh untuk mencabut izin atas pengusahaan air apabila pelaku usaha melanggar ketentuan yang menjadi ketentuan dalam perizinan,” kata Rachmat.
Dia menjelaskan, saat ini industri AMDK menyerap lebih dari 40 ribu tenaga kerja.
Dari sekitar 900 pelaku usaha, sebanyak 90 persen di antaranya adalah UMKM.