Pemuda Muhammadiyah: Hakim Jangan Ragu Menghukum Ahok
jpnn.com, JAKARTA - Jelang putusan persidangan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, majelis hakim diimbau tidak ragu menjatuhkan vonis. Menurut Faisal, ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, sebaiknya hakim betul-betul mempertimbangkan beberapa hal.
Pertama, hakim dalam memutus perkara Ahok tidak boleh dengan "keraguan". Biasanya kalau hakim ragu dia selalu saja berpegang pada asas IN DUBIO PRO REO yang menyatakan jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa.
"Dalam hal ini harapan kami hakim jangan ragu sedikit pun untuk menjatuhkan vonis 156 huruf (a) kepada terdakwa karena semua pertimbangan alat bukti sudah diuraikan cukup baik," kata Faisal di Jakarta, Senin (8/5).
Kedua, patut diketahui jika sistem pembuktian pidana lebih terikat pada sistem "Negatief Wettelijk", yaitu keyakinan yang disertai dengan mempergunakan alat-alat bukti sah menurut UU sebagaimana yang disebut dalam 183 KUHAP. Yaitu, hakim dalam menjatuhkan pidana sekurang-kurangnya gunakan dua alat bukti yang sah dan berbasis pada keyakinan hakim.
"Pada kesimpulannya lebih dari dua alat bukti jika terdakwa langgar 156a huruf (a) dan keyakinan hakim harus pula perhatikan keadilan publik yang terus menerus disuarakan umat," terangnya.
Ketiga, dalam praktiknya hakim boleh melakukan Ultra Petitum yaitu penjatuhan putusan melebihi dari tuntutan JPU sepanjang itu benar secara hukum dan keadilan.
Berdasar pada tiga pertimbagan di atas, beber Faisal, hakim juga harus melihat fakta yuridis yang menjadi konstruksi hukum pasal 156a huruf (a) baik unsur subyektif terdakwa berdasarkan pengetahuan dan kehendaknya sudah secara nyata sengaja melakukan perbuatan penodaan agama. Apalagi unsur obyektif diketahui oleh siapa pun jika perbuatan itu dilakukan di muka umum oleh terdakwa.
Maka mendasarkan pada prinsip dasar dari kedua unsur yang dimaksud pasal 156a huruf (a) begitu jelas jika perbuatan terdakwa telah mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat penodaan agama.