Pengamat Sebut Kasus Timah Rp 300 Triliun Harus Diselesaikan dengan UU Lingkungan Hidup
jpnn.com - Pengamat Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Mahmud Mulyadi menjelaskan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk yang diklaim kerugian mencapai Rp 300 triliun harus diselesaikan dengan UU Lingkungan Hidup dan bukan UU Tipikor.
Dia menjelaskan ketentuan pidana yang dirumuskan dalam suatu UU khusus yang mau diterapkan dalam suatu UU khusus lainnya, maka yang berlaku adalah UU khusus yang secara spesifik telah mengatur delik tersebut secara lengkap atau sistematik, meliputi perbuatan pidananya, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi pidananya.
Dia menyebutkan undang-undang khusus itu seperti pengelolaan lingkungan hidup, kehutanan, pertambangan minerba, perpajakan, perbankan dan lainnya.
Namun, jika beririsan dengan indikasi adanya kerugian keuangan negara yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, maka yang harus diberlakukan adalah ketentuan UU khusus tersebut, bukan tipikor.
"Dalam hal ini delik Pasal dan Pasal 3 UU Tipikor sebagai lex generalis, sedangkan delik UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, delik UU Kehutanan, delik UU Pertambangan Minerba, delik UU Perpajakan, delik UU Perbankan dan UU Khusus,” kata Mulyadi saat dihubungi, Selasa (3/12).
Penjelasan Mulyadi ini sekaligus merespons putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang yang membebaskan terdakwa Ryan Susanto atas dua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka, Senin (2/12).
PN Pangkalpinang sendiri menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Ryan alias Afung dalam perkara tindak pidana korupsi timah.
Senada, Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menegaskan jika satu perbuatan yang melanggar satu undang-undang dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, undang-undang itu sendiri yang menyatakan bahwa perbuatan itu adalah korupsi.