Dijamin tak Ada Penyitaan, Peternak Burung Tetap Resah
”Permen ini dibuat tanpa melalui proses sosialisasi dan diskusi publik yang memadai. Ini sangat mencederai rasa keadilan dan mematikan ekonomi kerakyatan,” ujar Ketua Asosiasi Penangkar dan Penghobi Burung Klaten Sugiarto.
Klaten merupakan salah satu daerah yang sangat terpukul dengan terbitnya peraturan tersebut. Di wilayah yang memisahkan Jogjakarta dan Solo itu terdapat lebih dari 1.000 penangkar jalak suren. Selain itu, terdapat 450 penangkar murai batu.
Saking banyaknya penangkar burung, di Klaten saat ini terdapat ribuan jalak suren dan murai batu. ”Usaha ternak jenis burung ini menyerap ribuan tenaga kerja. Sudah menjadi sokoguru ekonomi para pelakunya,” ungkap Sugiarto.
Keresahan itu tidak hanya menyembul di Klaten, Solo, dan wilayah Pulau Jawa lainnya. Mereka yang berada di luar Jawa pun pusing dengan terbitnya aturan tersebut. Di Jambi misalnya. Beberapa pencinta burung di Jambi bahkan menganggap pemerintah terlalu buru-buru mengeluarkan aturan tentang burung-burung yang dilindungi.
”Kami jelas keberatan, masak harus mengurus izin segala. Jangan terlalu rumitlah,” ujar Dedi, pemilik penangkaran Baragita Farm Jambi.
Dengan terbitnya Permen LHK 20/2018, setiap pemilik burung yang kini dilindungi harus melaporkan dan mendaftarkan burungnya ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Hal itulah yang dinilai Dedi memberatkan.
BACA JUGA: Terbit Peraturan Menteri LHK, Pencinta Burung Tenang ya