Marak Gerakan Boikot Produk, Pengamat Ketenagakerjaan Merespons, Waspada!
jpnn.com, JAKARTA BARAT - Marak gerakan biokot sejumlah produk yang dianggap berpihak kepada Israel beberapa waktu terakhir.
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi mengingatkan bahwa gerakan itu bisa saja berdampak terhadap industri di Indonesia.
"Implikasinya, angka pengangguran di Indonesia akan naik karena banyak yang terkena PHK, sehingga akan membuat makin banyak juga masyarakat yang jatuh miskin," ungkap Tadjuddin Noer Effendi, di Jakarta, Jumat (17/11).
Tadjuddin mengatakan pengusaha-pengusaha Indonesia tidak ada hubungannya sama sekali dengan yang disebutkan sebagai penyumbang dana atau pendukung agresi Israel ke Palestina.
“Pengusaha Indonesia itu hanya membeli license. Memang namanya nama Amerika, tetapi kan sebetulnya sudah dimiliki katakanlah Indonesia. Kemudian itu diboikot, dan kalau mereka tutup akan terjadi PHK. Yang rugi kita sebenarnya seperti itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, Tadjuddin mengajak masyarakat agar jangan gegabah untuk cepat-cepat melakukan aksi boikot dan melihat secara rasional bahwa perusahaan yang disebut-sebut milik Israel dan afiliasinya, sekarang sudah sebagian besar digerakkan oleh modal Indonesia.
“Dalam hal ini kita hanya membayar fee pada mereka. Tetapi, keuntungan bagi kita itu kan adalah perusahaan-perusahaan itu dapat menyerap pekerja-pekerja kita untuk bekerja di sana dan kemudian dapat membantu menurunkan kemiskinan dan pengangguran,” ucapnya.
Tadjuddin pun mengajak seluruh warga masyarakat agar bisa berpikir yang lebih positif dalam menyikapi ajakan melakukan aksi boikot itu untuk kepentingan orang banyak.